Menyusuri Kota Bukit Tinggi Sumatra Barat

Masih meneruskan tulisan saya  "Menyapa Pesisir Padang Sumatra  Barat", kami pun meneruskan perjalanan menuju ke Kota Bukit Tinggi. 
Perjalanan kami ke Bukit Tinggi melewati pinggiran Pantai Padang yang dinamakan Taplau atau bahasa minangnya tapi lauik (artinya tepi laut). Kami juga menyempatkan berfoto disana. Cukup banyak pengunjung yang sengaja berkunjung di spot wisata tersebut. Mungkin karena hari minggu pengunjung pun terlihat ramai.
Setelah sejenak kami berfoto, perjalanan pun kami teruskan. Kali ini kami diajak menghadiri undangan pernikahan teman kuliah Bang  Sap yang memang sudah direncakanan sebelumnya. Pas juga perut sudah lapar diajak makan gratis hehehe. Meski tidak kenal satu pun tamu undangan yang lain kecuali Bang Sap, kami tetap menikmati suasana pesta. Pestanya sendiri hampir sama dengan pesta di Jawa kebanyakan. Ada hiburan orang tunggal juga, tapi jangan harap bisa minta lagu Langgam Jawa atau Gendhing ya dipastikan bakal nggak dikasih hehehehe.
Setelah sejenak menghadiri pesta pernikahan sekitar pukul 18.00 kami pun meneruskan perjalanan. Menyusuri jalan menuju ke Bukit Tinggi mengingatkan saya pada Jalan Jogja – Klaten. Kebanyakan jalan-jalan di sana memang lurus dan jarang belok. Dan Di tengah perjalanan kami menyempatkan membeli jagung dan kacang rebus. 
Hujan yang kami tembus di jalanan membuat udara terasa lebih dingin. Beberapa teman saya sudah terlihat lelah dan tertidur. Tak terasa sudah ratusan kilometer jarak yang kami tempuh, setelah hampir 3 jam kira-kira jam 21.00 akhirnya kami pun sampai di kota Bukit Tinggi. Dan kami pun memutuskan untuk mencari penginapan yang kebetulan sudah kami cari lewat internet.  
Kami memilih hotel yang berdekatan dengan  lokasi wisata Jam Gadang.  Entah kenapa ada namanya Hotel Yogya yang kebetulan mempunyai kamar kosong dan kami pun singgah di hotel tersebut. Hotel tersebut memiliki harga kamar yang murah. Untuk kamar double bed sekitar Rp 350,000 kala itu, tapi kami memilih yang untuk big room karena kami berlima, harganya cukup murah sekitar Rp 275,000 per kamar dengan isi 4 tempat tidur, tapi 1 tempat tidur bisa untuk 2 orang, lumayan untuk gerombolan pria-pria kesepian seperti kami untuk sekedar meluruskan pinggang dan melepas lelah hehehe 
Sekitar jam 21.30 an kami sudah check-in dihotel tersebut.  Malam mulai larut karena sudah menunjukan jam 22.00 tapi perut kami mulai lapar. Selepas mandi, Bang Sap sudah keliatan capek dan mulai berangkat tidur. Tapi kami berempat, saya, Irfan, Novan dan Taufik berinisiatif membeli makanan untuk mengganjal perut. Makanan diluar hotel beraneka ragam, banyak warung-warung kuliner yang menjual berbagai macam makanan. 
Meski sudah tergolong larut, lalulintas di Kota Bukit Tinggi masih terlihat ramai. Suara dentuman musik dari kejauhan kelihatan masih meriah  terdengar memecah kesunyian. Sepertinya masih ada acara di tempat lain. Sebungkus nasi goreng dan seplastik jus akhirnya bisa mengganjal perut kami yang dari tadi sudah keroncongan. Sekitar jam 23.00 kami pun kembali ke hotel dan tidur.
Jam alarm membangunkan saya dari mimpi saya, dan waktu sudah menunjukan pukul 05.00 ditanggal 23 November 2015. Cukup berat rasanya untuk bangun beranjak dari tempat tidur, terlebih Kota Bukit Tinggi memiliki hawa pegunungan yang pekat, saat pagi datang maka udara akan terasa lebih dingin sepertinya berada dibawah 20 derajat membuat tubuh serasa lengket dengan bantal dan kasur. Tapi jiwa wisata saya memaksa saya untuk segera bersiap-siap menjelajah kemolekan wisata Bukit Tinggi yang penuh historis. 

Jam Gadang 

Setelah mandi dan berkemas kami pun sepakat untuk menuju Jam Gadang, ikon kota Bukit Tinggi yang telah terkenal di nusantara. Dari hotel kami jaraknya sekitaran 500 meter ditempuh dengan berjalan kaki. Mungkin hanya sekitar 10 menit kami berjalan menyusuri tangga yang tembus ke Pasar Bukit Tinggi. Suasana pasar pagi itu lumayan ramai, dipenuhi dengan para penjual dan pembeli yang bertransaksi.
Dalam bahasa minang Jam Gadang sendiri berarti Jam Besar. Menurut keterangan yang tertera, Jam Gadang ini dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid dan Sutan Gigi Ameh. Jam ini didatangkan langsung dari Belanda dan merupakan pemberian Ratu Belanda waktu itu kepada Controuler atau sekretaris kota, Rook Maker. 
Denahnya memiliki tinggi 26 meter, diameter jam 80 cm dan luas dasar jam sekitar 13x 4 meter. Dari waktu kewaktu Jam Gadang memiliki perubahan atap. Pada jaman Belanda berupa patung ayam jago, saat Jepang menjajah diganti klenteng/pagoda dan pada masa Indonesia merdeka diganti dengan atap rumah adat Minangkabau. 
Keunikan Jam Gadang sendiri pada angka romawi yang tertulis harusnya IV, tertulis IIII. Konon menurut Wikipedia dari cerita lokal, angka romawi bertuliskan IIII merupakan penghormatan kepada 4 orang pekerja yang meninggal pada masa pembangunan jam tersebut.  
Yang membuat jam ini langka adalah mesin mekaniknya  hanya dibuat 2 di dunia. Yang satunya adalah Jam Big Benz di London Inggris. Karena menurut sejarah yang dituliskan di Wikipedia, Jam Gadang di Bukit Tinggi dan Big Benz London adalah produk dari pabrik yang sama yaitu pabrik Vortmann Relinghausen dari Jerman.  

Suasana sekitar Jam Gadang terlihat cukup bersih apik dengan taman-taman yang ditata sedemikian rupa. Posisi Jam Gadang sendiri masih berada di jantung Kota Bukit tinggi sehingga  sangat dekat dengan berbagai fasilitas publik. Kadang-kadang beberapa acara umum sering digelar di lokasi ini. Terlihat beberapa tenda sisa-sia acara semalam masih didirikan.
Usai berfoto-foto kami mampir ke Pasar Atas Bukit Tinggi untuk mencari sarapan dan sekedar melihat-lihat keramaian pasar disana. Beberapa sudut terlihat menjajakan beberapa souvenir dan baju-baju yang beraneka ragam. Tetapi kami memutuskan untuk pergi dulu menjelajah ke Lubang Jepang (sebutan Gua Jepang disana) dan Ngarai Sianok yang tidak jauh dari lokasi wisata Jam Gadang sebelum kami berbelanja.



Lubang Jepang - Ngarai Sianok

Kami pun meninggalkan Jam Gadang dan berjalan kaki menyusuri jalan-jalan di kota Bukit Tinggi menuju Lubang Jepang. Kota Bukit Tinggi sendiri beberapa sudut kotanya terlihat bersih dan asri. Kami bisa menemui banyak gedung-gedung bergaya eropa peninggalan penjajahan Belanda disana. 
Memang kota Bukit Tinggi ini merupakan salah satu kota paling historik pada masa-masa penjajahan. Karena kota ini sempat menjadi saksi bisu perlawanan para pahlawan negara Indonesia dalam melawan penjajahan. 
Sekitar mungkin 2 kilometer kami berjalan kaki menuju Wisata Lubang Jepang.  Setelah sekitar 30 menit kami berjalan kami pun sampai di tempat wisata Lubang Jepang. Sebelum masuk ke objek wisata Lubang Jepang kami menyempatkan diri menikmati indahnya lembah Sianok dari atas menara yang bisa kami naiki. Hanya saja perlu berhati-hati karena menara tersebut memiliki ketinggian yang lumayan ekstrim.  Beberapa penjual souvenir terlihat dibeberapa sudut tempat wisata. Tidak berlama-lama kami menikmati pemandangan tersebut, kami pun melanjutkan untuk masuk ke Lubang Jepang. 
Gua Jepang sendiri merupakan bagian dari sejarah kelam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Dibangun oleh penjajah Jepang sebagai taktik menghadapi sekutu untuk menyembunyikan senjata dan amunisinya. Namun pembuatannya sendiri menjadi peristiwa yang kejam dan mengerikan, karena melibatkan romusha yang diambil paksa dari berbagai wilayah di Indonesia. 
Sekitar jam 11.00 siang kami memasuki terowongan Lubang Jepang. Meski terowongan Lubang Jepang ini sudah direnovasi namun atmosfirnya masih terasa begitu mencekam. Terbayang dulu bagaimana kengerian dan kekejaman yang terjadi didalamnya. Namun saya tidak begitu berpikir dengan hal-hal mistis, meskipun banyak cerita-cerita horor yang simpang siur beredar tentang Lubang Jepang. Karena bagaimanapun juga tempat tersebut masih saya anggap sebagai salah satu tempat dimana para leluhur kita gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan, meski mereka gugur dengan cara yang keji.
Dari mulut gua masuk ke dalam terowongan sedalam 40 meter kami menemui banyak arah terowongan yang mirip labirin. Dalam panduan dikatakan Lubang Jepang ini memiliki panjang sekitar 1400 meter, namun menurut beberapa sumber Lubang Jepang ini mempunyai banyak sekali terowongan yang lebih panjang, hanya saja mungkin dibatasi untuk pengunjung.
Beberapa spot di terowongan yang mempunyai tinggi dan lebar tersebut sekitar 2 meter , dengan dinding terowongan dari tanah yang sebagian sudah dilapisi semen. Konstruksi terowongan-terowongan tersebut masih terlihat kokoh meski hanya tanah yang digali namun masih terlihat tidak ada bekas runtuh atau retak. 
Kami melihat beberapa bagian- bagian terowongan yang dulunya digunakan sebagai ruangan-ruangan tertentu. Seperti ruang penjara, ruang amunisi, ruang investigasi, ruang dapur dan lain-lain. Di sudut-sudut jalan terowongan sudah dilengkapi dengan lampu-lampu dan CCTV, sehingga berjalan diterowongan tersebut menjadi lebih merasa aman. 
Kami pun tidak berlama-lama berada diterowongan tersebut, beberapa pengunjung terlihat antusias mengamati satu demi satu tempat bersejarah ini. Kami pun menyusuri jalan terowongan mengarah keluar. Dan sekitar pukul 11.30 kami pun keluar dari terowongan Lubang Jepang.



Benteng Fort De Kock - Taman Wisata dan Budaya Kinantan

Perjalanan kami lanjutkan ke Benteng Fort De Kock menyusuri jalan kota Bukit Tinggi. Mungkin sekitar jarak 3 - 4 kilometer kami berjalan menuju ke Benteng Fort De Kock. Meski ada satu teman kami yaitu Irfan Bedjo sedikit mengalami insiden kecil karena kakinya sakit tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap berjalan jauh. Hingga sekitar jam 12.00 WIB kami pun sampai ke Benteng Fort De Kock. 
Menurut Wikipedia, benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa BaronHendrik Merkus de Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan nama Benteng Fort De Kock. Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. 
Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19. Pada perkembangannya hingga tahun 2002 Benteng Fort De Kock berubah menjadi Taman Kota Bukit Tinggi dan Taman Burung Tropis. Terlihat dibeberapa sudut benteng tersebut beberapa jenis burung tropis yang sengaja ditangkar turut mengisi kelengkapan wisata Benteng Fort De Kock. 
Dari benteng tersebut kami meneruskan melanjutkan ke Taman Wisata dan Budaya Kinantan melalui Jembatan Limpapeh. Jembatan ini langsung menghubungkan perjalanan kami menuju ke Taman Wisata dan Budaya Kinantan. Taman Wisata dan Budaya Kinantan sendiri terdiri dari sebuah wahana kebun binatang dan rumah budaya berupa museum adat Minang. Beberapa koleksi hewan di kebun binatang tersebut seperti gajah, orang utan, harimau, buaya, ular dan binatang lain bisa kami temui disitu. Sayangnya kami tidak sempat masuk ke museum adat Minang yang berupa rumah adat bernama Rumah Adat Baanjuang karena waktu yang terbatas. Hanya kami sempatkan untuk berfoto di depan museum tersebut. 
Sekitar jam 13.30 kami pun keluar dari kawasan wisata tersebut dan menuju kembali ke hotel, namun sebelumnya kami sempatkan untuk makan siang dan berbelanja di Pasar Bukit Tinggi. Makan siang berupa Nasi Kapau khas Bukit Tinggi cukup melepas lapar kami setelah berjalan-jalan menikmati wisata Bukit Tinggi. Dan setelah puas berbelanja menyusuri Pasar Bukit Tinggi kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel untuk berkemas pulang. Perjalanan wisata yang cukup melelahkan tapi cukup menyenangkan selama 4 hari ini pun kami akhiri dengan meninggalkan kawasan Bukit Tinggi kembali pulang ke Jambi.





Hotel Jogja tempat kami menginap dengan kamar sederhana.


Jalan menuju Jam Gadang dan Pasar Bukit Tinggi


Sedikit foto di Jam Gadang


Sarapan di salah satu warung makan di Pasar Bukit Tingi






Lubang Jepang dan Ngarai Sihanouk



Menyusuri jalanan Kota Bukit Tinggi


Benteng Fort De Kock 




Kebun Binatang dan Taman Budaya Kinantan


Belanja di Pasar Bukit Tinggi


Pulang melewati Danau Singkarak 


Foto-foto hanya menggunakan HP Asus dan Samsung dengan spesifikasi kamera 8 mp yang minim fitur jadi harap maklum jika hasilnya kurang bagus. Tapi semoga tetap bisa menjadi kenangan yang menyenangkan bersama teman-teman saya ..  ^_^.

Komentar

Postingan Populer